Kamis, 18 Juni 2015

Sejarah Pura Parahyangan Jagat Guru






                                         SEJARAH PURA PARAHYANGAN JAGAT GURU






pura ini diprakarsai oleh umat Hindu di seputaran BSD City, Gading Serpong, Melati Mas, Cisauk, Pamulang, Bintaro, Sarua, Rempoa, Serpong, dan seitarnya. Dengan mendapat dukungan penuh dari para tokoh Hindu Tangerang dan Parisada Propinsi Banten, serta perjuangan selama 3 tahun akhirnya lahan ini bisa dikelola oleh umat Hindu berupa lahan fasilitas umum seluas sekitar 2.200 m dan IMB dari Pemda Tangerang. Awalnya, lokasi yang ditawarkan sebagai tempat pembangunan pura oleh Pemda Tangerang bukanlah di lokasi yang ada sekarang. Lokasi yang ditawarkan sebelumnya ditolak oleh umat karena dari sisi spiritual kurang tepat untuk dijadikan tempat persembahyangan karena lokasinya yang sangat dekat dan merupakan akses ke pemakaman. Dan melalui diplomasi yang alot, maka pura BSD bisa berdiri di lahan yang ada saat ini.

Dalam diskusi yang santai, Bli I Gede Raka, tokoh pemuda Hindu setempat, menjelaskan tentang sejarah berdirinya pura ini dan progress pendirian pura sejauh ini. Bangunan suci yang ada di pura BSD sejauh ini adalah sebuah padmasana yang bergaya Bali dengan batu hitam, berukiran bedawang nala dan satu naga. Khusus untuk arca naga yang hanya satu (biasanya ada dua arca naga yaitu Naga Antaboga dan Naga Besuki) saya belum sempat menanyakan. Di mandala utama pura sendiri rencananya akan dibangun beberapa bangunan suci lain seperti anglurah dan beberapa bangunan suci lainnya. Di pura BSD ini juga rencananya akan dibuat menjadi Hindu Centre untuk wilayah BSD dan sekitarnya. Akan ada juga gedung 3 lantai yang akan difungsikan menjadi aula pertemuan dan ruang kelas pasraman. Yang menarik, gedung yang akan dibangun ini berkonsep green building dengan partisi yang bisa dilipat sehingga seperti berada di ruang terbuka. Tentu konsep hijau ini akan didukung dengan pepohonan yang sudah ditanam di bebrapa bagian pura. Oh ya, ada yang menarik dari salah satu bangunan suci yang ada di pura BSD ini. Pelinggih berupa tugu yang biasanya ada di depan kori agung pura berbentuk unik berupa batu hitam yang tidak berukir dan tidak di pahat secara rapi namun sedikit dibiarkan tidak rata. Saya tidak tahu apakah batu itu akan diukir atau dipahat nantinya.



pawai ogoh-ogoh waktu hari raya nyepi


http://sekadar-coret.blogspot.com/2010/10/diskusi-kecil-di-pura-parahyangan-jagat.html

SISTEM KEMASYARAKATAN, FILSAFAT DAN KEPERCAYAAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN PADA MASA HINDU-BUDDHA DI INDONESIA

SISTEM KEMASYARAKATAN, FILSAFAT DAN KEPERCAYAAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN PADA MASA HINDU-BUDDHA DI INDONESIA

A.    Sistem Kemasyarakatan
Masyarakat Hindu memiliki lima strata atau lebih dikenal dengan nama Kasta. Namun, pada tahun 1950 M pemerintah India secara resmi menghapus kasta terakhir. Kasta-kasta
tersebut adalah berikut:
1)      Kasta Brahma (Kelas Putih): terdiri dari kalangan pendeta, dan pemuka agama Hindu
2)      Kasta Ksatria (Kelas Merah): terdiri dari penguasa dan tentara
3)      Kasta Waisya (Kelas Kuning): terdiri dari kalangan petani dan pedagang
4)      Kasta Sudra (Kelas Hitam) : terdiri dari para pengrajin
5)      Kasta Paria  terdiri dari kelompok yang dipandang rendah dari perspektif agama Hindu, seperti penggali kubur, petugas kebersihan dam semacamnya.

B.    Filsafat dan Sistem Kepercayaan.
Kepercayaan asli bangsa Indonesia adalah animisme dan dinamisme. Percaya adanya kehidupan sesudah mati, yakni sebagai roh halus. Kehidupan roh halus memiliki kekuatan maka roh nenek moyang dipuja. Masuknya pengaruh India tidak menyebabkan pemujaan terhadap roh nenek moyang hilang. Hal ini dapat dilihat pada fungsi candi. Fungsi candi di India sebagai tempat pemujaan. Di Indonesia, selain sebagai tempat pemujaan, candi juga berfungsi sebagai makam raja dan untuk menyimpan abu jenazah raja yang telah wafat. Dapat terlihat adanya pripih tempat untuk menyimpan abu jenazah, dan diatasnya didirikan patung raja dalam bentuk mirip dewa. Hal tersebut merupakan perpaduan antara fungsi candi di India dengan pemujaan roh nenek moyang di Indonesia.


C.     Sistem pemerintahan
Pengaruh India di Indonesia dalam sistem pemerintahan, adalah adanya sistem pemerintahan secara sederhana. Setelah pengaruh India masuk, kedudukan pemimpin tersebut diubah menjadi raja serta wilayahnya disebut kerajaan. Rajanya dinobatkan dengan melalui upacara Abhiseka, biasanya namanya ditambah “warman”. Contoh: di Kerajaan Kutai, Taruma dan sebagainya.
Bukti akulturasi di bidang pemerintahan, misalnya : raja harus berwibawa dan dipandang punya kesaktian (kekuatan gaib), seperti para Raja disembah menunjukkan adanya pemujaan Dewa Raja.
Konsep kerajaan menurut tradisi Hindu yaitu sebuah alam-semesta kecil yang berupa mandala yang dipimpin oleh raja dan dikelilingi oleh kekuatan konsentris yang terdiri dari para pendeta, pemerintah, bangsawan, tentara, dan rakyat jelata. Masing-masing mandala mewakili area kekuasaan inti sang tuan tanah.

Gambar seni ukir hindu budha


 Hasil seni Ukir peninggalan Kerajaan Hindu
hasil seni ukir peninggalan kerajaan hindu dengan kronologinya
1.       Prasasti Klurak
Salah satu peninggalan Kerajaan Syailendra adalah Prasasti Klurak (dekat Prambanan), berangka tahun 704 Saka (782 M), ditulis dengan bahasa Sansekerta dan huruf Pra-Nagari. Mengenai pembuatan arca Manjusri. Gambar ini diambil pada situs
id.wikipedia.org
2.                                                                                                                     
                                                                                                                                             Prasati Kota Kapur

Salah satu peninggalan Kerajaan Sriwijaya adalah Prasasti Kota Kapur (berisi permohonan kepada dewa untuk menjaga Sriwijaya dan menghukum para penghianat Sriwijaya).Gambar ini diambil pada situs
githa90.wordpress.com
3.       Prasasti Kutai

Prasasti Kutai di Kalimantan Timur Prasasti, berupa tujuh buah yupa(tugu batu) yang diperkirakan berasal dari tahun 400 M, berhuruf Pallawa, dan berbahasa Sansekerta. Isinya, peringatan upacara kurban agama Hindu yang diperintahkan oleh Raja Mulawarman, Putra Aswawarman, dan cucu Kudungga. Gambar ini diambil pada situs
puputrahadiani.wordpress.com




Seni Ukir Peninggalan Kerjaan Budha
1.       Seni Ukir Talang Tuo
2.       Prasasti Pangkal Pinang












3.       Prasasti Karang Birahi

Gambar Peninggalan kerajaan Hindu Budha di Indonesia

 Candi-candi peninggalan agama Hindu
No.
Nama Candi
Lokasi Penemuan
Pembuatan
Peninggalan
1
Prambanan
Yogyakarta
Abad ke-7 M
Mataram Lama
2
Dieng
Dieng, Jawa Tengah
Abad ke-7 M
Mataram Lama
3
Badut
Malang, Jawa Timur
Tahun 760 M
Kanjuruhan
4
Canggal
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
5
Gedong Sanga
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
6
Penataran
Blitar, Jawa Timur
Abad ke-11 M
Kediri
7
Sawentar
Blitar Jawa Timur
Abad ke-12 M
Singasari
8
Candi Kidal
Jawa Timur
Abad ke-12 M
Singasari
9
Singasari
Jawa Timur
Abad ke-12 M
Singasari
10
Sukuh
Karang Anyar, Jateng
Abad ke-13 M
Majapahit

Patung-patung peninggalan kerajaan Hindu
No.
Nama Patung
Lokasi Penemuan
Pembuatan
Peninggalan
1
Trimurti
2
Dwarapala
Bogor, Jabar
Abad ke-5 M
Tarumanegara
3
Wisnu Cibuaya I
Cibuaya, Jabar
Abad ke-5 M
Tarumanegara
4
Wisnu Cibuaya II
Cibuaya, Jabar
Abad ke-5 M
Tarumanegara
5
Rajasari
Jakarta
Abad ke-5 M
Tarumanegara
6
Airlangga
Medang Kemulan
Abad ke-10 M
Medang Kemulan
7
Ken Dedes
Kediri, Jatim
Abad ke-12 M
Kediri
8
Kertanegara
Jawa Timur
Abad ke-12 M
Singasari
9
Kertarajasa
Mojekerto, Jatim
Abad ke-13 M
Majapahit

Candi-candi peniggalan agama Buddha
No.
Nama Candi
Lokasi Penemuan
Pembuatan
Peninggalan
1
Sewu
Jawa Tengah
Abad ke-7 M
Mataram Lama
2
Plaosan
Jawa Tengah
Abad ke-7 M
Mataram Lama
3
Mendut
Jawa Tengah
Abad ke-7 M
Mataram Lama
4
Borobudur
Jawa Tengah
Tahun 770-842 M
Mataram Lama
5
Muara Takus
Sumatra Selatan
Abad ke-8 M
Sriwijaya
6
Jago
Malang, Jawa Timur
Abad ke-12 M
Singasari
7
Sari
Jawa Tengah
Abad ke-13 M
Majapahit
8
Pawon
Jawa Tengah
Abad ke-13 M
Majapahit
9
Tikus
Mojokerto, Jawa Timur
Abad ke-13 M
Majapahit

Patung atau arca peniggalan agama Buddha
No.
Nama Patung
Lokasi Penemuan
Pembuatan
Peninggalan
1
Patung Buddha
Sikendeng
Abad ke-2 M
2
Arca Bhumisparsa Mudra
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
3
Arca Dhyana Mudra
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
4
Arca Abhaya Mudra
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
5
Arca Vitarka Mudra
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
6
Dharmacakra Mudra
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
7
Arca Vara Mudra
Jawa Tengah
Abad ke-8 M
Mataram Lama
8
Arca Buddha
Palembang
Abad ke-8 M
Sriwijaya


                             

Deskripsi Kerajaan Hindu Budha Di Indonesia

Kerajaan Hindu Di Indonesia
Kerajaan Kutai
            Kerajaan Kutai adalah Kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan ini berdiri pada tahun 400-500 masehi. Letaknya di tepi sungai mahakam Kalimantan Timur. Raja pertama Kerajaan Kutai bernama Kudungga. Sedangkan raja Kutai yang terkenal bernama Mulawarma.Sebagai pemeluk Agama Hindu yang taat, Raja Mulawarman menyembah Dewa Siwa. Diceritakan pula bahwa dalam suatu upacara Raja Mulawarman menghadiahkan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana. Untuk memperingati upacara itu maka didirikan sebuah Yupa.Yupa adalah tiang batu yang menceritakan Kerajaan Kutai. Dari beberapa prasasti yang ditemukan dikatakan bahwa Raja mulawarman adalah seorang raja yang baik budi. Pada masa pemerintahannya, rakyat hidup sejahtera dan makmur.Peniggalan Kerajaan Kutai berupa prasasti atau batu bertulis. Prasasti itu ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Oleh karena itu, kerajaan kutai dikenal dengan nama”Negri Tujuh Buah Yupa”.
.   Kerajaan Tarumanegara
            Kerajaan Hindu tertua di pulau jawa ialah Kerajaan Tarumanegara. Kerajaan ini berdiri pada tahun 450 masehi. Letaknya di sekitar Bogor, Jawa Barat. Rajanya yang terkenal bernama Purnawarman. Beliau memeluk Agama Hindu, menyembah Dewa Wisnu.
Mata pencaharian penduduk Kerajaan Tarumanegara diantaranya adalah pertanian, peternakan, perburuan, perikanan, nelayan, dan perniagaan. Pada masa pemerintahan Purnawarman, Kerajaan tarumanegara berhasil membuat saluran air untuk mengairi lahan – lahan pertanian dan untuk mencegah banjir yang bisa menyerang lahan pertanian.
Peninggalan Kerajaan Tarumanegara berupa 7 prasasti yang ditemukan di daerah Jawa Barat. Pada umumnya prasasti itu ditulis dalam bahasa sanskerta dan mnenggunakan huruf pallawa. Prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanegara ialah Prasasti Ciaruteun, Kebon Kopi , Tugu, Lebak, jambu, Pasir Awi, dan Muara Cianten.
. Kerajaan Mataram
Kerajaan Mataram mulai dikenal dari sebuah Prasasti yang ditemukan di desa Canggal ( sebelah barat Magelang ). Prasasti ini berangka tahun 732 masehi. Ditulis dengan huruf pallawa dan bahasa sanskerta. Isi prasasti inimenceritakan tentang didirikannya sebuah lingga (lambang Siwa) di atas di atas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja oleh Sanjaya. Daerah ini terletak di sebuah pulau yang kaya dengan hasil bumi, terutama padi, dan disebut Yawadwipa.
Kerajaan Mataram mula – mula diperintah oleh Raja Sanna. Raja Sanna memerintah dengan bijaksana. Setelah Raja Sanna wafat ia digantikan oleh Sanjaya. Raja Sanjaya ahli dalam kitab – kitab suci dan keprajuritan. Pada masa pemerintahan Sanjaya, Mataram memperluas wilayahnya dengan menaklukan beberapa daerah sekitarnya seperti Jawa Barat, Jawa Timur, dan Bali. Kerajaan ini mempunai peninggalan yang bercorak hindu seperti candi yang dibangun oleh wangsa sanjaya seperti candi prambanan, gedong sanga, candi dieng dn candi yng lainnya, ini adalah kerajaan Mataram bercorak hindu lain lagi dengan kerajaan mataram bercorak budha.
Kerajaan mataram yang bercorak budha dipimpin oleh dinati syailendra dengan raja pertamanya adalah  raja Sailendra.
Pada akhir abad ke-8 dinasti sanjaya mulai terdesak oleh dinasti syailendra, syailndra mendesak kedudukan sanjaya pada masa pemerintahan raja wisnu.puncak kejayaan dinasti syailendra ada pada masa pemerintahan raja Indra. Dalam desakan-desakan yang dilakukan dinasti syailendra itu akhirnya berhasil dan tampuk kekuasaan berpindah dari dinasti sanjaya kepada dinasti syailendra, namun bukan berarti dinasti sanjaya hilang atau habis hanya sudah kurang dominan. Dinasti syailendra mengalami kemunduran pada masa raja samaratungga, untuk menyelamatkan kedudukannya Samaratungga mengadakan perkawinan politik antara Pramodhawardhani dengan rakai pikatan. Perkawinan ini mendapatkan tantangan keras dari Balaputra dewa yang mengakibatkan perang saudara, dan dimenangkan Balaputradewa akhirnya kalah dia pun melarikan diri dan mendirikan kerajaan yang besar di Surabaya yaitu Sriwijaya.

. Kerajaan Kediri
            Kerajaan yang bercorak Hindu di Jawa Timur ialah Kerajaan Kediri. Letaknya di sekitar Kali Berantas, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Kerajaan  Kediri mulai dikenal pada masa pemerintahan Raja Kameswara tahun 1117.
Baginda bergelar Sri Maharaja Sirikan Sri Kameswara. Raja Kameswara wafat pada tahun 1130, dan beliau digantikan oleh Jayabaya. Jayabaya adalah Raja Kediri terbesar.
Ia juga dikenal dengan ramalannya yang disebut Jangka Jayabaya. Ramalan Jayabaya itu oleh sebagian orang diyakini memuat masa depan bangsa Indonesia.
Raja Kediri terakhir ialah Kertajaya. Beliau memerintah sampai dengan tahun 1222. Pda tahun 1222, Kertajaya dikalahkan oleh Ken Arok dari Desa Ganter, dekat Malang. Kekalahan itu menandai berakhirnya Kerajaan Kediri di Jawa Timur .
e.   Kerajaan Singosari
Kerajaan Sigosari terletak di sekitar Singosari, Jawa Timur. Luas wilayahnya meliputi wilayah Malang sekarang. Kerajaan Singosari ini mempunyai hubungan erat dengan munculnya Kerajaan Majapahit.
Kerajaan Singosari pertama kali didirikan oleh Ken Arok tahun 1222. Beliau memerintah dari tahun 1222 sampai dengan tahun 1227. Setelah Ken Arok meninggal, beliau digantikan oleh Anusapati, yang memerintah dari tahun 1227 sampai 1248. Raja Singosari setelah Anusapati ialah Panji Tohjaya. Antara tahun 1248 sampai 1268 Kerajaan Singosari diperintah oleh Ranggawuni. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Singosari mencapai keadaan yang aman dan tenteram.Dari tahun 1268 sampai 1292 Singosari diperintah oleh seorang raja yang bernama Kertanegara. Beliau adalah raja Singosari yang terkenal. Pada masa pemerintahannya, Singosari mengalami puncak kejayaannya. Wilayah kekuasaan Singosari hampir mencapai seluruh nusantara. Pada masa pemerintahan Kertanegara, Raja Cina, Kubilai Khan menuntut agar Singosari tunduk mengakui kekuasaan Cina. Kubilai Khan mengirim utusan ke Singosari. Kertanegara menolak untuk tunduk kepada Kubilai Khan. Utusan Kubilai Khan sempat dipermalukan oleh Kertanegara. Kubilai Khan tersinggung. Ia memerintahkan pasukannya untuk menyerbu Singosari.
Dalam rangka membendung serbuan tentara Cina, Kertanegara bercita – cita mempersatukan nusantara. Ia mengirim pasukan khusus ke Sumatera untuk mengakui Singosari. Tetapi, sebelum ekspedisi (pengiriman) pasukan sepenuhnya berhasil, Kertanegara tewas dalam serangan sengit Raja Jayakatwang. Tamatlah riwayat Kerajaan Singosari. sebelum meninggal, Kertanegara berhasil menguasai Bali, Pahang ( di Malaysia ), Kerajaan Melayu, Kalim antan Barat, dan Maluku.
   Kerajaan Majapahit
Pada tahun 1292, Kerajaan Singosari diserang oleh raja Jayakatwang dari Kerajaan Kediri. Akibat dari serangan itu Raja Singosari Kertanegara tewas. Raden Wijaya, seorang keturunan penguasa Singosari bersama istrinya berhasil meloloskan diri. Ia menyeberang ke Madura dan minta bantuan kepada Wiraraja. Atas bantuan Wiraraja, Raden Wijaya dianjurkan kembali ke Kediri untuk pura – pura mengabdikan diri kepada Jayakatwang. Atas jaminan Wiraraja, Jayakatwang menerima pengabdian Raden Wijaya dan dihadiahi tanah di Hutan Tarik. Dengan bantuan pengikutnya, Raden Wijaya membangun daerah tersebut. Ketika sedang bekerja, salah seorang di antara mereka menemukan buah maja, kemudian dimakannya. ternyata rasanya pahit. Sejak saat itu daerah itu disebut Majapahit.
Sementara itu tentara Cina sebanyak 20.000 orang yang dikirim oleh raja Kubilai Khan mendarat di Tuban. Tujuan kedatangan tentara Cina, ialah menghukum Kertanegara dari Singosari yang telah menghina utusan dari Kubilai Khan. Pada saat tentara cina datang, raja Kertanegara telah lama meninggal dunia. Raja yang berkuasa ketika itu ialah Jayakatwang.
Kedatangan tentara Cina merupakan kesempatan yang baik bagi Raden Wijaya untuk membalas dendam terhadap Jayakatwang. Raden Wijaya bergabung dengan tentara Cina. Pertempuran sengit pun terjadi. Tentara Kediri dapat dikalahkan dan Jayakatwang gugur dalam pertempuran itu.
Setelah mengalahkan pasukan Jayakatwang, Raden Wijaya mengatur siasat untuk mengusir tentara Cina. Raden Wijaya mengadakan pesta perayaan kemenangan secara besar – besaran. Ketika tentara Cina sedang terlena dan mabuk – mabukan, Raden Wijaya memerintahkan pasukannya untuk menyerang mereka. Mendapat serangan yang mendadak, tentara Cina tidak berdaya. Banyak antara mereka yang tewas seketika. Sebagian yang dapat menyelamatkan diri kembali ke negeri asalnya. Setelah keadaan aman, pada tahun 1293, Raden Wijaya naik tahta menjadi raja Majapahit pertama dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana.
`           Raden Wijaya memerintah dengan tegas dan bijaksana. Keadaan negara pada masa pemerintahannya menjadi tenang dan aman. Raden Wijaya wafat pada tahun 1309, dengan meninggalkan 3 orang anak. Dua orang perempuan dari Gayatri yaitu Bhre Kahuripan dan Bhre Daha, dan satu anak laki – laki dari parameswari yaitu Jayanegara.
        Kerajaan Sriwijaya    
Pengetahuan mengenai sejarah Sriwijaya baru lahir pada permulaan abad ke-20 M, ketika George Coedes menulis karangannya berjudul Le Royaume de Crivijaya pada tahun 1918 M. Sebenarnya, lima tahun sebelum itu, yaitu pada tahun 1913 M, Kern telah menerbitkan Prasasti Kota Kapur, sebuah prasasti peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di Pulau Bangka. Namun, saat itu, Kern masih menganggap nama Sriwijaya yang tercantum pada prasasti tersebut sebagai nama seorang raja, karena Cri biasanya digunakan sebagai sebutan atau gelar raja.
Pada tahun 1896 M, sarjana Jepang Takakusu menerjemahkan karya I-tsing, Nan-hai-chi-kuei-nai fa-ch‘uan ke dalam bahasa Inggris dengan judul A Record of the Budhist Religion as Practised in India and the Malay Archipelago. Namun, dalam buku tersebut tidak terdapat nama Sriwijaya, yang ada hanya Shih-li-fo-shih. Dari terjemahan prasasti Kota Kapur yang memuat nama Sriwijaya dan karya I-Tsing yang memuat nama Shih-li-fo-shih, Coedes kemudian menetapkan bahwa, Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan.
Lebih lanjut, Coedes juga menetapkan bahwa, letak ibukota Sriwijaya adalah Palembang, dengan bersandar pada anggapan Groeneveldt dalam karangannya, Notes on the Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Source, yang menyatakan bahwa, San-fo-ts‘I adalah Palembang. Sumber lain, yaitu Beal mengemukakan pendapatnya pada tahun 1886 bahwa, Shih-li-fo-shih merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi, dekat kota Palembang sekarang. Dari pendapat ini, kemudian muncul suatu kecenderungan di kalangan sejarawan untuk menganggap Palembang sebagai pusat Kerajaan Sriwijaya.
Sumber lain yang mendukung keberadaan Palembang sebagai pusat kerajaan adalah prasasti Telaga Batu. Prasasti ini berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di atasnya ada tujuh kepala ular kobra, dengan sebentuk mangkuk kecil dengan cerat (mulut kecil tempat keluar air) di bawahnya. Menurut para arkeolog, prasasti ini digunakan untuk pelaksanaan upacara sumpah kesetiaan dan kepatuhan para calon pejabat. Dalam prosesi itu, pejabat yang disumpah meminum air yang dialirkan ke batu dan keluar melalui cerat tersebut. Sebagai sarana untuk upacara persumpahan, prasasti seperti itu biasanya ditempatkan di pusat kerajaan. Karena ditemukan di sekitar Palembang pada tahun 1918 M, maka diduga kuat Palembang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya.
Petunjuk lain yang menyatakan bahwa Palembang merupakan pusat kerajaan juga diperoleh dari hasil temuan barang-barang keramik dan tembikar di situs Talang Kikim, Tanjung Rawa, Bukit Siguntang dan Kambang Unglen, semuanya di daerah Palembang. Keramik dan tembikar tersebut merupakan alat yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Temuan ini menunjukkan bahwa, pada masa dulu, di Palembang terdapat pemukiman kuno. Dugaan ini semakin kuat dengan hasil interpretasi foto udara di daerah sebelah barat Kota Palembang, yang menggambarkan bentuk-bentuk kolam dan kanal. Kolam dan kanal-kanal yang bentuknya teratur itu kemungkinan besar buatan manusia, bukan hasil dari proses alami. Dari hasil temuan keramik dan kanal-kanal ini, maka dugaan para arkeolog bahwa Palembang merupakan pusat kerajaan semakin kuat.
Sebagai pusat kerajaan, kondisi Palembang ketika itu bersifat mendesa (rural), tidak seperti pusat-pusat kerajaan lain yang ditemukan di wilayah Asia Tenggara daratan, seperti di Thailand, Kamboja, dan Myanmar. Bahan utama yang dipakai untuk membuat bangunan di pusat kota Sriwijaya adalah kayu atau bambu yang mudah didapatkan di sekitarnya. Oleh karena bahan itu mudah rusak termakan zaman, maka tidak ada sisa bangunan yang dapat ditemukan lagi. Kalaupun ada, sisa pemukiman dengan konstruksi kayu tersebut hanya dapat ditemukan di daerah rawa atau tepian sungai yang terendam air, bukan di pusat kota, seperti di situs Ujung Plancu, Kabupaten Batanghari, Jambi. Memang ada bangunan yang dibuat dari bahan bata atau batu, tapi hanya bangunan sakral (keagamaan), seperti yang ditemukan di Palembang, di situs Gedingsuro, Candi Angsoka, dan Bukit Siguntang, yang terbuat dari bata. Sayang sekali, sisa bangunan yang ditemukan tersebut hanya bagian pondasinya saja.
Seiring perkembangan, semakin banyak ditemukan data sejarah berkenaan dengan Sriwijaya. Selain prasasti Kota Kapur, juga ditemukan prasasti Karang Berahi (ditemukan tahun 1904 M), Telaga Batu (ditemukan tahun 1918 M), Kedukan Bukit (ditemukan tahun 1920 M) Talang Tuo (ditemukan tahun 1920 M) dan Boom Baru. Di antara prasasti di atas, prasasti Kota Kapur merupakan yang paling tua, bertarikh 682 M, menceritakan tentang kisah perjalanan suci Dapunta Hyang dari Minanga dengan perahu, bersama dua laksa (20.000) tentara dan 200 peti perbekalan, serta 1.213 tentara yang berjalan kaki. Perjalanan ini berakhir di mukha-p. Di tempat tersebut, Dapunta Hyang kemudian mendirikan wanua (perkampungan) yang diberi nama Sriwijaya.
Dalam prasasti Talang Tuo yang bertarikh 684 M, disebutkan mengenai pembangunan taman oleh Dapunta Hyang Sri Jayanasa untuk semua makhluk, yang diberi nama Sriksetra. Dalam taman tersebut, terdapat pohon-pohon yang buahnya dapat dimakan.
Data tersebut semakin lengkap dengan adanya berita Cina dan Arab. Sumber Cina yang paling sering dikutip adalah catatan I-tsing.
Ia merupakan seorang peziarah Budha dari China yang telah mengunjungi Sriwijaya beberapa kali dan sempat bermukim beberapa lama. Kunjungan I-sting pertama adalah tahun 671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa, saat itu terdapat lebih dari seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara para pendeta Budha tersebut sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan oleh para pendeta Budha di India. I-tsing tinggal selama 6 bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta, setelah itu, baru ia berangkat ke Nalanda, India. Setelah lama belajar di Nalanda, I-tsing kembali ke Sriwijaya pada tahun 685 dan tinggal selama beberapa tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Catatan Cina yang lain menyebutkan tentang utusan Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina, yang terakhir adalah tahun 988 M.
Dalam sumber lain, yaitu catatan Arab, Sriwijaya disebut Sribuza. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis catatan tentang Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dengan tentara yang sangat banyak. Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana, pala, kardamunggu, gambir dan beberapa hasil bumi lainya.
Dari catatan asing tersebut, bisa diketahui bahwa Sriwijaya merupakan kerajaan besar pada masanya, dengan wilayah dan relasi dagang yang luas sampai ke Madagaskar. Sejumlah bukti lain berupa arca, stupika, maupun prasasti lainnya semakin menegaskan bahwa, pada masanya Sriwijaya adalah kerajaan yang mempunyai komunikasi yang baik dengan para saudagar dan pendeta di Cina, India dan Arab. Hal ini hanya mungkin bisa dilakukan oleh sebuah kerajaan yang besar, berpengaruh, dan diperhitungkan di kawasannya.
Pada abad ke-11 M, Sriwijaya mulai mengalami kemunduran. Pada tahun 1006 M, Sriwijaya diserang oleh Dharmawangsa dari Jawa Timur. Serangan ini berhasil dipukul mundur, bahkan Sriwijaya mampu melakukan serangan balasan dan berhasil menghancurkan kerajaan Dharmawangsa. Pada tahun 1025 M, Sriwijaya mendapat serangan yang melumpuhkan dari kerajaan Cola, India. Walaupun demikian, serangan tersebut belum mampu melenyapkan Sriwijaya dari muka bumi. Hingga awal abad ke-13 M, Sriwijaya masih tetap berdiri, walaupun kekuatan dan pengaruhnya sudah sangat jauh berkurang.

            Setelah Raden Wijaya meninggal, ia digantikan oleh puteranya bernama Jayanegara. Pada masa pemerintahan Jayanegara, keadaan dalam negeri Majapahit mengalami kekacauan. Sering terjadi pemberontakan – pemberontakan. Seperti pemberontakan Ranggalawe (1309), pemberontakan Sora (1311), pemberontakan Nambi (1316), dan pemberontakan Kuti (1319).
                                                            Kerajaan Budha Di Indonesia
1.Kerajaan Kalinga
Kerajaan Kalinggan berdiri sekitar abad 6 Masehi di jawa Tengah. Kerajaan ini dipimpin oleh seorang ratu bernama Ratu Shima. Peninggalan-peninggalan Kerajaan Kalingga, antara lain Prasastin Tuk Mas yang ditemukan di desa Dakawu di Lereng Gunung Merbabu, Jawa Tengah.

2. Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya berdiri pada abad ke-7 dengan raja pertaman Sri Jayanegara dan berpusat di Palembang, Sumatera Selatan ( Muara Sungai Musi). Sriwijaya mengalami zaman kekemasan pada saat diperintah oleh Raja Balaputradewa, putra dari Samaratungga dari Jawa pada abad ke-9. Wilayah Sriwijaya meliputi hampir seluruh Sumatera, Jawa Barat, Kalimantan Barat, dan Semenanjung Melayu. Oleh karena itu, Sriwijaya disebut juga Kerajaan Nusantara pertama.
3. Kerajaan Mataram Budha
            Kerajaan Mataram Budha pada walanya merupakan kerajaan Hindu. Namus sejak Dinasti Syailendra memerintah, Mataram berubah menjadi kerajaan Budha.
http://balaiedukasi.blogspot.com/2013/10/kerajaan-budha-di-indonesia-dan.html